Jumat, 26 November 2010

Pembelian teknologi luar negeri merugikan rakyat miskin


Bagi sementara pihak, sektor Telematika masih dianggap sebagai sektor yang kurang menarik untuk dibicarakan terutama dalam konteks diskursus politik praktis. Tidak demikian halnya bila kita bersedia meluangkan waktu sejenak untuk meneropong posisi strategis sektor telematika ini, khususnya bila dikaitkan dengan kontribusi sektor ini terhadap perencanaan dan implementasi strategi pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan pertahanan keamanan nasional.

Meski kontribusi sektor telematika dalam Pendapatan Nasional belum cukup signifikan, hanya sebesar 5.1% utuk tahun 2000 dan 5.8% untuk tahun 2001 namun aktivitas sektor ini cukup memberi warna tersendiri dalam perekonomian nasional. Ditandai dengan mulai maraknya sekelompok anak muda membangun bisnis baru menggunakan teknologi Internet, maka Indonesia tak ketinggalan dalam booming e-commerce, majalah Warta Ekonomi edisi Maret 2001 mencatat ada sedikitnya 900 perusahaan dotcom di Indonesia. Jika rata – rata setiap perusahaan menyerap 50 tenaga kerja ahli di bidang telematika, maka 45.000 tenaga kerja telah terserap dalam industri dotcom di Indonesia. Sayangnya, menyusul surutnya bisnis e-commerce dan kurangnya dukungan infrastruktur informasi di Indonesia menjadikan banyak perusahaan dotcom Indonesia mengikuti jejak rekannya di Amerika dan Eropa.

Implikasi sosial dari pemanfaatan teknologi khususnya telekomunikasi dan teknologi informasi belum dapat dirasakan secara langsung oleh kelompok masyarakat miskin atau mereka yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dipahami karena rendahnya daya beli serta bagi kelompok ini, telematika belum merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap hari. Dalam kondisi semacam ini, telematika masih menjadi barang langka, mahal dan tidak berguna bagi golongan miskin dan mereka yang tinggal di pedesaaan atau daerah terpencil. Sebaliknya, bagi golongan terpelajar, atau mereka yang berpunya, pada awal abad milenium belakangan ini muncul kecenderungan kuat adanya ketergantungan terhadap informasi. Penggunaan telekomunikasi dan teknologi informasi khususnya Internet sebagian besar dilakukan oleh kelompok masyarakat golongan menengah ke atas. Kondisi kontradiktif dalam pemanfaatan telematika memunculkan fenomena yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpuruk dan tambah miskin. Ketidak-tanggapan penentu kebijakan publik di bidang telematika terhadap fenomena umum semacam inilah yang kemudian menimbulkan jurang digital (digital divide).

Permasalahan Umum

Permasalahan di sektor telematika, sebetulnya tidak beranjak jauh dari tahun ke tahun, masih di sekitar rendahnya infrastruktur jaringan telekomunikasi, rendahnya penetrasi Internet, pasar yang masih dikuasai oleh pelaku dominan, masih tingginya daftar antrian calon pelanggan telepon, masih relatif rendahnya kontribusi sektor telematika terhadap Pendapatan Nasional, makin terbukanya entry barrier bagi produk dan jasa asing untuk masuk ke Indonesia, sementara produk dan jasa Indonesia di bidang telematika yang diekspor ke luar negeri masih rendah dan seringkali tidak mampu bersaing di pasar global, permasalahan pro dan kon menyusul divestasi BUMN telekomunikasi, lambatnya realisasi pendirian Badan Regulasi telekomunikasi yang bersifat mandiri sesuai dengan mandat Undang – Undang Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, permasalahan Struktur, Perilaku dan Kinerja industri telematika Indonesia terutama setelah berlakunya AFTA, dan regim perdagangan bebas, serta belum adanya upaya serius dari pemerintah untuk memberi perhatian sepenuhnya terhadap pemanfaatan Internet dan dampaknya.

Ditengah minimnya kelangkaan infrastruktur telekomunikasi serta rendahnya pemahaman masyarakat luas terhadap telematika, di sisi lain ternyata muncul inisiatif-inisiatif baru yang dikembangkan oleh masing-masing pelaku usaha muda dalam rangka membentuk infrastruktur informasi alternatif yang meliputi aspek aplikasi, jasa dan infrastruktur fisik. Dari sisi teknologi terdapat empat area yang dianggap sebagai pendorong yaitu yang berkaitan dengan bandwidth komunikasi, teknologi peralatan elektronika, teknologi manipulasi informasi, dan teknologi sistem pembayaran yang dikembangkan secara on-line.

Peluang yang diciptakan oleh penerapan perdagangan elektronis adalah terciptanya pasar-pasar baru, produk dan pelayanan baru, proses-proses bisnis baru yang lebih efisien dan canggih, serta penciptaan perusahaan-perusahaan dengan jangkauan lebih (extended enterprise), sedangkan kendala-kendala umumnya berkisar pada masalah bandwidth dan kapasitas jaringan, keamanan, harga teknologi, aksesabilitas, struktur sosial-ekonomi-demografi, kendala politik dan hukum, censorship, serta edukasi -sosialisasi masyarakat.
Perkembangan lingkungan regulasi menunjukkan bahwa Indonesia telah mulai menerapkan perdagangan elektronis, telah mulai pula meninjau ulang lingkungan regulasinya. 

Maka dari itu pemerintah harusnya menyadari Sebuah kerangka regulasi baru di bidang telematika diperlukan untuk memfasilitasi pemanfaatan telematika di banyak sektor perekonomian masyarakat. Tinjauan ulang regulasi sangat banyak dipengaruhi oleh manfaat-manfaat konvergensi Computer-Communications-Content pada industri-industri yang terkena dampak serta resiko-resiko yang diciptakan oleh perdagangan elektronis, seperti misalnya keabsahan dokumen elektronis dan pengaturan hak kepemilikan intelektual (intellectual property right) sehingga teknologi baru tersebut dapat dinikmati sampai rakyat miskin sekalipun  

Referensi :
http://maswigrs.wordpress.com/2004/12/18/

Agama Penyembuh Penyakit Masyarakat



            Kalau kita lihat lagi masalah –masalah yang terjadi pada banyak negara khususnya Negara berkembang yang masih belum mempunyai tatanan masyarakat yang sadar akan Sebuah Agama serta kesatuan yang mengakibatkan keluarnya penyakit-penyakit dalam masyarakat seperti SARA SARA merupakan penyakit social dalam masyarakat yang sangat menakutkan sekali karena SARA itu sebenernya menyangkut sebuah Penghinaan serta sikap tidak menghormati dan menyebabkan banyak akibat negative. 

Akibat dari penyakit sosial ini antara lain yaitu :
  1. Menghancurkan moral negara kita tetapi bukan hanya negara kita negara negara lainnya juga begitu
  2. Menimbulkan peperangan antara keturunan, agama, kesukuan, golongan, dan identitas diri.
  3. Menimbulkan perpecah belahan bangsa.
  4. Menimbulkan kematian.
  5. Akhirnya dunia akan hancur lebur.

Masalah SARA yang sering timbul di era globalisasi hanya satu penyebabnya yaitu manusia sudah kehilangan kasih. Kasih diantara kita sudah menjadi tawar seperti garam yang kehilangan rasa. Dengan apa ia diasinkan lagi ? Cara antisipasinya cuma adasatu. Satu kalimat yaitu : " Janganlah engkau perbuat kepada orang lain yang oranmg lain tidak ingin perbuat kepadamu ". Sepanjang sejarah yang kita ketahui, ada dua kekuatan yang selalu berhadap-hadapan, yaitu agama dan negara. Tidak jarang agama memperalat negara demi kepentingan agama, sebaliknya terkadang negara juga memperalat agama demi kepentingan penguasa. Tindakan saling memperalat itu sebenarnya sangat berbahaya. Hal itu akan membawa malapetaka bagi kehidupan rakyat sebagai subjek yang memang sekaligus menjadi anggota satu organisasi negara, tetapi juga anggota agama-agama dalam suatu Negara hal inilah termasuk SARA

Apakah sisi hukum dan dasar negara kita memang sikap brutal? Adakah agama yang mengajarkan kekerasan? Ditinjau dari sisi agama, kita tampaknya mengetahui bahwa semua agama di dunia mengajarkan cinta kasih dan perdamaian.

Disatu pihak memang agama menjadi penyejuk iman. Dipihak lain agama diselewengkan menjadi badai amukan. Hal itu jelas menjadi penghambat pembangunan negeri ini. Agama hanyalah salah satu faktor sara, selain perbedaan suku, ras dan antar golongan. Bayang kan saja kalau semua unsur perbedaan sara itu turut diperkeruh permainan berbangsa dan bernegara. Hendak dibawa kamanakah bangsa kita ini? Kehancuran. Itu satu kata kunci bila semua orang menganggap sara adalah momok yang menakutkan dan harus dibuang.
tapi intinya SARA merupakan hak asasi semua orang orang mempunyai hak identitas SARA nya Bukankah orang tidak bisa memilih untuk menjadi suku, atau agama lain sewaktu lahir tentu saja tidak bisa karena itu semua di tangan Tuhan YME.

Pemahaman terhadap ajaran agama yang baik bagi setiap pemeluk agama dapat mengendalikan diri dan menumbuhkan sikap menghormati orang lain yang berbeda agama.

Pengobatan untuk kesembuhan penyakit sosial yaitu SARA yang sedang berjangkit dengan cara antara lain : Anak Indonesia sebagai generasi muda penerus bangsa agar secara dini diberi pengertian mengenai SARA dalam Pelajaran PPKN di sekolah sehingga anak anak dapat bersikap anti SARA agar terwujud selalu Persatuan dan Kesatuan Bangsa.

Referensi :

http://insearching.tripod.com/anak1.html

PEMUDA PEMBANGUN NEGARA


Setelah melalui perjuangan yang cukup melelahkan serta pengorbanan yang menelan nyawa yang tak terhitung jumlahnya sampai saat ini. Sekitar 64 tahun sudah pekikan kemerdekan itu berlalu, namun apa yang ada dan kita saksikan sekarang masih jauh dari harapan para pendahulu kita. 

Kemerdekaan yang mestinya kita isi dengan pembangunan di segala bidang, malah melahirkan banyak koruptor yang tidak hanya membobol milyaran uang negara, bahkan triliunan. Belum lagi penyakit masyarakat yang sulit di berantas, seperti praktik prostitusi, pemakain obat-obatan terlarang dan pesta miras yang sudah menjadi menu yang dapat kita saksikan setiap harinya di layar kaca maupun di media cetak, terutama mereka masyarakat yang notabenenya adalah komunitas hedonis. Semua itu tak lepas dari lemahnya system yang ada di Negara kita tercinta ini. Di satu sisi, mungkin kita bisa berbangga karena mendapat kemajuan material yang luar biasa, berhasil memanfaatkan alam untuk kebutuhan masyarakat luas, membentuk manusia teknologi dan industri yang berkembang pesat.

 Namun di sisi lain, bangsa ini gagal membentuk hubungan antar manusia berdasarkan saling percaya, kesalehan dan pelayanan. Hubungan kemasyarakatan begitu rendah, pemerasan di bidang ekonomi merajalela dan ketegangan di bidang politik dari level yang paling bawah hingga level paling atas menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Tidak salah apabila di katakan, manusia berhasil mengendalikan alam, namun gagal mengendalikan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, dalam membangun generasi bangsa, kita membutuhkan sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan otak, namun juga mencerdaskan hati. Negara membutuhkan orang-orang yang tidak hanya mempunyaiotak encer/pinter, namun juga waras. Maka dari itu, tidak ada pilihan lain bagi pemerintah dalam rangka membangun generasi muda, kecuali pembangunan tersebut lebih diorientasikan pada pembangunan moral dan spiritual dengan memberikan komposisi yang propesional bagi ilmu-ilmu agama, terutama terhadap jenjang pendidikan yang berada di level-level atas. 

Penggunaan ilmu pengetahuan yang hanya bersifat logika harus dikekang dengan kendali moral dan keimanan, agar membawa manfaat bagi manusia sendiri, atau bisa dikatakan manusia selain harus pandai, juga harus berwatak. Komunitas dari dua pengetahuan ini akan melahirkan generasi yang dapat menbawa bangsa kita bangkit dari keterpurukan dan krisis yang melanda di segala bidang, terutamanya krisi moral dan kepercayaan.
Melakukan perubahan dengan cepat dan dimulai dari saat ini merupakan sebuah langkah tepat yang harus diambil oleh pemerintah, dengan pola pendidikan yang telah kami urai di atas. Karena bagaimana pun juga, generasi muda mempunyai peran vital dalam membangun Negara, merekalah kelak yang akan melanjutkan estafet kepemimipinan di negeri ini. Sebab bagimanapun kehadiran seorang pemuda di tengah-tengah kehidupan masyarakat, akan menghidupkan nilai-nilai perjuangan generasi terdahulu. Tentunya, apabila pemuda itu ikut andil dalam kegiatan yang sifatnya menyangkut kemaslahatan orang banyak. Hanya orang yang berwawasan dan amanahlah yang akan dapat mengemban tugas tersebut dengan baik. 

Jadi pada intinya, kehadiran pemuda tidak hanya sebagai pewaris atau perjuangan, melainkan pemuda itu mempunyai tanggung jawab untuk menyempurnakan dan mengisi kemerdekaan dengan sebaik mungkin. Oleh sebab itu, membangun pemuda sama dengan membangun Negara. Dengan demikian, partisipasi seorang pemuda mutlak dibutuhkan dalam rangka regenerasi dan mengisi kemerdekaan dengan sebaik mungkin.

Referensi

http://smanj.sch.id/index.php/majalah-misi/50-misi-13/175-opini-negara-ditangan-pemuda

KELUARGA BERENCANA Atasi KRISIS EKONOMI

Hampir tidak ada yang meragukan, program KB telah berjalan secara mangkus dan sangkil dan dinilai berhasil. Paling tidak,indikator keberhasilan itu antra lain, pertama, aspek demografis yang ditandai semakin menurunnya tingkat fertilitas {total fertility rate) dari 5,6 pada 1971 menjadi 4,6 pada 1980 dan turun lagi menjadi 2,8 pada 1997. Selain itu, melesetnya prakiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap jumlah penduduk Indonesia pada Sensus Penduduk 1990 merupakan keberhasilan yang tidak mudah diraih. Kedua, aspek pengakuan atau penghargaan nasional dan dunia internasional. 

Sebut saja United Nation for Population Fund (UNFPA), Badan Kependudukan PBB menetapkan Indonesia sebagai pusat rujukan {centre of excellence) dalam bidang kependudukan, KB, dan kesehatan reproduksi. Hal itu membuat para tenaga ahli dalam bidang kependudukan, KB, dan kesehatan reproduksi diundang berbagai negara berkembang sebagai konsultan jangka pendek {shortterm consultants).
Pengakuan terhadap keberhasilan Indonesia juga ditunjukkan dengan diperolehnya berbagai penghargaan seperti United Nation Population Awards dari Badan Kependudukan Dunia pada 1987, Hugh Moore Memorial Awards dari John Hopkins Unir versity (Population Crisis Committee) Amerika Serikat pada 1989. Bahkan, dalam bidang teknologi informasi, pada 2002 BKKBN mendapat pengakuan sebagai pengelola e-government terbaik kedua setelah Bank Indonesia atas prestasinya dalam mengembangkan sistem jaringan komunikasi dan teknologi informasi bidang kependudukan dan keluarga yang dikenal dengan Si-duga (Sistem Informasi Kependudukan dan Keluarga).

Memang BKKBN berhasil menyinergikan berbagai kekuatan yang ada. Output-nya adalah komitmen politis yang tinggi, seiring dengan penanganan teknis administratif dan pendekatan kultural yang dilaksanakan secara profesional, proporsional, dan konsisten selama tidak kurang dari 25 tahun. Namun, dengan adanya krisis moneter dan ekonomi berkepanjangan, mengakibatkan melemahnya daya beli masyarakat. Hal itu berdampak pula pada bertambahnya keluarga miskin yang membawa implikasi besar terhadap program KB.
Pada sisi lain terjadi pergeseran perimbangan konstelasi politik seiring dengan tumbuhnya multipartai, perubahan peran sospol ABRI (sekarang TNI), terjadinya ledakan partisipasipolitik dengan suasana euforia, keterbukaan, dan demokratisasi. Perubahan juga terjadi pada pola interaksi eksekutif dan legislatif, serta semakin terbukanya isu hak asasi manusia (HAM).
Dinamika itu semakin meningkat dengan berkembangnya perubahan pola hubungan antara pusat dan daerah sejalan dengan perubahan peran dan struktur pemerintah daerah, serta otonomi yang semakin luas di kabupaten/kota.

Berbagai perubahan kondisi lingkungan strategis tadi berdampak pada model manajemen program. Dengan segala keterbatasan anggaran pemerintah, altematif efektivitas dan efisiensi menjadi pertimbangan utama {survive). Di satu pihak secara proaktif mendorong kepedulian dan peran serta masyarakat dalam membangun dan mempertahankan kemandirian. 

Di pihak lain, perlindungan dan pelayanan fasilitas pemerintah difokuskan pada keluarga yang tergolong miskin yaitu keluarga prasejahtera dan sejahtera I alasan ekonomi Karena, apabila dibiarkan, dikhawatirkan berakibat pada meningkatnya kembali tingkat fertilitas yang dapat mengakibatkan terjadinya ledakan kelahiran bayi {baby boom).

Kini di Kaltim terdapat penduduk sekitar tiga juta jiwa. Meskipun penduduknya  relatif sedikit ketimbang luas wilayah namun ternyata sudah banyak masalah sosial yang  muncul, seperti banyaknya pengangguran, kemiskinan dan masalah kependudukan. Salah satu  antisipasi melalui program KB," imbuh dia.

  
Jika program KB yang dijalankan beberapa tahun  sebelumnya tidak berhasil, maka  penduduk Kaltim saat ini lebih dari enam juta jiwa. Jika hal itu terjadi, maka jumlah  pengangguran, kriminal, anak yang tidak sekolah, dan kemiskinan dimungkinkan lebih banyak  dari pada yang terjadi saat ini.

  
BKKBN Kaltim terus berupaya agar program KB di kabupaten dan kota berhasil.  Selanjutnya pihaknya melakukan kunjungan ke daerah guna melihat langsung keberhasilan  program KB di masing-masing daerah, termasuk juga ingin mengetahui kendala apa saja yang  membentur.

  
Salah satu daerah yang dikunjungi pekan ini adalah Kabupaten Bulungan. Di daerah  ini ditemukan sejumlah keberhasilan dan berbagai permasalahan yang perlu disikapi serius  oleh pemegang kebijakan.

  
Keberhasilan yang dicapai antara lain, peserta KB pada Pasangan Usia Subur (PUS)  mengalami peningkatan sehingga menjadi 20.131, kemudian jumlah peserta aktif kini  meningkat menjadi 13.413 orang, atau total sebanyak 66,63 persen.

Referensi :
http://bataviase.co.id/node/273947

DILEMA HAK HUKUM WARGA NEGARA INDONESIA


Didalam Undang-undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum“. Ini merupakan pijakan dasar dan perintah konstitusi untuk menjamin setiap warga Negara, termasuk orang yang tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan kedudukan seseorang didepan hokum (the equality of law) ini, menjadi sangat penting dalam mewujudkan tatanan system hokum serta rasa keadilan masyarakat kita.

Bantuan hukum merupakan salah satu hak dasar warga Negara. Hanya yang menjadi permasalahan utama disini adalah, apakah bantuan hokum ini dapat diperoleh dengan mudah (acces to abiality) oleh masyarakat atau tidak, termasuk pada aspek jaminan ekonomisnya. Satu contoh sederhana dapat kita lihat dalam penggunaan jasa advokat sebagai tenaga bantuan hokum formal (legal aid), yang diakui dalam system hokum kita. Begitu banyak mmasyarakat yang enggan menggunakan jasa advokat ini karena dianggap terlalu mahal. Ibarat system pendidikan yang kian mahal hari ini, sehingga akses masyarakat semakin terbatas, demikian pulalah yang terjadi dalam system hokum kita hari ini. Bantuan hokum yang seharusnya menjadi hak dasar warga Negara, justru terasa jauh dari apa yang diamanahkan oleh konstitusi dasar Negara kita.
Dilema Bantuan Hukum

Advokat atau pengacara sebagai profesi yang berkaitan langsung dengan bantuan hokum Cuma-Cuma ini, bahkan diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, untuk memberikan bantuan hokum bagi masyarakat yang kurang mampu. Namun yang sangat disayangkan, justru akses ini tidak secara jelas diatur sebagai tanggung jawab Negara. Pasal 22 ayat (1) dalam undang-undang ini meyebutkan secara tegas bahwa, “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”. Dan kewajiban ini melekat kepada siapapun yang berprofesi sebagai advokat, dimanapun ia berada.

Namun permasalahannya adalah, mainstream utama profesi advokat hari ini justru terjebak dengan logika pasar dan ekonomi. Dimana bantuan hokum tidak lagi mampu ditempatkan sebagai kewajiban, namun tidak lebih dari sebagai sebuah bisnis. Bantuan hokum diperdagangkan sedemikian rupa. Siapa yang menawar lebih tinggi, maka berhak mendapatkan bantuan hokum yang jauh lebih memuaskan disbanding mereka yang bayarannya sedikit. Coba kita bayangkan bagaimana dengan mereka yang tidak mampu?. Jika benar demikian adanya, tentu dibutuhkan suatu upaya tegas dari Negara untuk meberikan jaminan sepenuhnya terhadap bantuan hokum dan akses keadilan bagi masyarakat. Ada beberapa hal yang menajadi catatan penting untuk menjawab permasalah dilem bantuan hokum ini, antara lain :

Pertama, Bahwa untuk mengoptimalkan akses keadilan bagi masyarakat, khususnya hak untuk memperoleh bantuan hukum, memang diperlukan suatu bentuk regulasi yang lebih jelas dan tegas. Meskipun konstitusi telah mengamanahkan hak bantuan hokum ini.

Kedua, Menyambung pada point pertama, bahwa bantuan hokum Cuma-Cuma adalah tanggung jawab Negara terhadap warga negaranya, Cuma-Cuma bagi masyarakat yang kurang mampu, tidak mendapatkan sanksi apa-apa selain dari organisasi advokat yang bersangkutan. Tidak diperoleh sama sekali sanksi tegas terhadap penolakan pemenuhan hak dasar bantuan hokum tersebut.

Ketiga, diperlukan tenaga pendamping bantuan hokum, diluar profesi advokat yang sudah ada. Tenaga pendamping ini bisa diwujudkan dalam bentuk “Paralegal”, atau mereka yang memiliki kecakapan khusus dibidang hokum dan dapat mendampingi masyarakat yang membutuhkan, dalam rangka mewujudkan keadilan bagi masyarakat kita. Kita harus mendorong keberadaan pemahaman bahwa permasalahan bantuan hokum tidak hanya dimonopoli oleh advokat semata. Keputusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut merupakan putusan yang bersifat hokum tetap serta pertama dan yang terakhir (the first and the last), oleh karenanya semua pihak harus harus menghotmati keputusan tersebut.

Akses Bantuan Hukum Disetiap Proses Hukum
Berdasarkan ketentuan dalam KUHAP tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin, sangat terbatas hanya berdasarkan atas berat ringannya hukuman (the severity of penalty) dan atau kemampuan keuangan (financial) dari terdakwa/tersangka. Lantas bagaimana dengan proses hukum diluar pengadilan? Apakah masyarakat tidak memiliki akses bantuan hukum, hanya karena terbentur dasar yang termuat dalam KUHAP tersebut?. Jika benar demikian adanya, maka KUHAP hanya menyempitkan akses masyarakat miskin terhadap hak bantuan hukum yang telah dijamin oleh konstitusi kita. Bantuan hukum, seharusnya mampu diterapkan pada setiap tingkatan atau proses hukum, baik di luar maupun di dalam pengadilan. dengan demikian maka akses keadilan dan hak atas bantuan hukum, khususnya masyarakat miskin, lebih terjamin sesuai dengan amanah konstitusi dasar Negara kita

Referensi

http://www.lbhmakassar.org/index.php?option=com_content&view=article&id=165:bantuan-hukum adalah-hak-warga-negara-&catid=41:opini&Itemid=76

PERKEMBANGAN dan SOSIALISASI TUGAS pada PEMUDA




Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka  dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
           
Batasan  remaja menurut usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Ada juga yang membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. 

Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:

a.       Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
b.      Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
c.       Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.

Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.      Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.      Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3.      Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.      Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.      Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6.      Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.      Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.      Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9.      Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.  Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).

            Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai tingkatan berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.

Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.

Referensi :

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2072192-tugas-dan-tahap-perkembangan-remaja/

BERPACARAN Yang BERAKIBAT MALAPETAKA

Kalau dilihat dari judulnya , Petaka  dan hubungan, Apakah Maksudnya ? . Pada Pembahasan kali ini saya akan membahas sebuah hubungan yang mengakibatkan sebuah petaka karena hubungan tersebut dilapisi dengan ketidakharmonisan, contohnya Kekerasan dalam hubungan berpacaran. Pada umumnya, sangat sedikit masyarakat yang tahu adanya kekerasan yang terjadi dalam pacaran, karena sebagian besar menganggap bahwa masa pacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah. Ini adalah salah satu bentuk ketidaktahuan masyarakat akibat kurangnya informasi dan data dari laporan korban mengenai kekerasan tersebut.


suatu tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi yang sebagian besar korbannya adalah perempuan ini sering diakibatkan adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas pada umumnya.
Perempuan menurut pandangan laki-laki biasanya dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, sehingga menjadi alasan utama terjadinya perlakuan yang semena-mena.
Kekerasan Dalam Pacaran yang sering terjadi biasanya terdiri atas beberapa jenis misalnya serangan fisik, mental, ekonomi, psikologis dan seksual. Secara rinci adalah sebagai berikut:

a. segi fisik misalnya memukul, menendang, ataupun mencubit, untuk segi mental biasanya, cemburu yang berlebihan, pemaksaan, dan perlakuan kasar di depan umum,” katanya.

b.  segi ekonomi, kekerasan juga bisa terjadi. Misalnya, ada pasangan yang sering meminjam uang atau barang tanpa pernah mengembalikan.

c.   segi psikologis misalnya bila pacarmu suka menghina kamu, selalu menilai kelebihan orang lain tanpa melihat kelebihan kamu, , cemburu yang berlebihan dan lain sebagainya

d.  segi seksual adalah pasangan yang memaksa pasangannya untuk melakukan hubungan seksual, pemerkosaan dlsb.


Hal klasik yang sering mucul dalam kasus kekerasan dalam pacaran adalah perasaan menyalahkan diri sendiri dan merasa “pantas” diperlakukan seperti itu. Pikiran seperti “ah mungkin karena saya memang kurang cantik, sehingga dia sebel”, atau “ mungkin karena saya kurang perhatian sama dia” , “ mungkin karena saya kurang sabar” dan lain lain, sehingga dia jadi “ketagihan” merendahkan dan melakukan terus kekerasan terhadap pasangannya. Menghadapi kekerasan dalam pacaran seringkali lebih sulit bagi kita, karena anggapan bahwa orang pacaran pasti didasari perasaan cinta, simpati, sayang dan perasaan perasaan lain yang positif. Sehingga kalau pacar kita marah marah dan membentak atau menampar kita, kita pikir karena dia memang lagi capek, lagi kesel, bad mood atau mungkin karena kesalahan kita sendiri, sehingga dia marah. Makanya kita selalui mewaspadai dari awal bibit-bibit kekerasan yang terjadi dalam sebuah hubungan, sehingga apabila bibit tersebut mulai terlihat, maka kita harus segera mengambil sikap yang tegas.


http://forum.detik.com/showthread.php?t=46500
http://www.antaranews.com/berita/1282318658/psikolog-remaja-perlu-waspadai-kekerasan-dalam-pacaran

Kamis, 25 November 2010

Pemuda, Bencana, dan Tantangan Peradaban

Banyak sekali bencana, musibah yang dialami oleh bangsa ini seperti longsor, banjir, gempa bumi, dan meletusnya gunung Merapi yang akhir-akhir ini membuat kita sejenak merenung. Mengapa hal tersebut diatas bisa terjadi, mungkinkah ini kesalahan pemimpin kita ataukah ini kesalahan kita sebagai warga negara Indonesia yang kurang disiplin dalam berperilaku sebagai khalifah dimuka bumi. Kalau memang ini kesalahan para pemimpin kita, mestinya kita sebagai pemuda penerus bangsa perlu mengingatkan kepada mereka agar setiap membuat dan menjalankan kebijakan-kebijakan harus berpihak kepada rakyat kecil. Dan jika memang ini adalah kesalahan kita bersama sebagai warga negara Indonesia, maka kita semua harus jujur dan mengakui bahwa selama ini apa yang kita pebuat dan apa yang kita laksanakan tidak menunjang dalam pelestarian alam, mulai saat ini mestinya kita berjanji pada diri sendiri untuk sanggup merubah segala perilaku yang menyebabkan ketidak harmonisan dan keselarasan alam.

 Untuk mencegah hal-hal tersebut diatas perlu diadakan perbaikan :

   
I.          Lingkungan
Para pemuda penerus bangsa dan segenap warga negara harus melaksanakan pelestarian lingkungan mengingat alam ini telah mengalami kerusakan yang luar biasa, dengan mengadakan reboisasi besar-besaran dan konferhensif. Pelestarian alam juga bisa dilakukan dari hal kecil seperti, membuang sampah tidak sembarangan, memilah dan memilih antara sampah organik dan non organik, dan membuat resapan air.

II. Penanggulangan Bencana

Dalam menyikapi bencana yang akhir-akhir ini melanda bangsa ini, peran pemuda harus gigih dan siap dalam membantu segala kegiatan yang dapat meringankan beban masyarakat setempat yang terkena musibah, seperti : ikut membantu pencarian korban bencana, memperbaiki jalan-jalan yang rusak, menggalang dana, membantu memperbaiki rumah-rumah penduduk yang rusak, mengevakuasi korban bencana, dll.

Kejadian tersebut diatas hendaklah menjadikan pelajaran bagi kita semua agar kita tidak berperilaku yang akan menyebabkan kerusakan alam. semoga kita diberi kekuatan, ketabahan, dan ikhlas dalam menghadapi musibah yang melanda bangsa ini.


Kita patut bergembira karena tahun 2010 ini Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah Pertemuan Pemuda Dunia, "The 3rd International Youth Gathering". Acara yang mengambil tempat di Jakarta, Depok dan Bandung ini akan dimulai tanggal 18-24 Januari 2010. Kali ini tema yang dipilih adalah "Youth Contribution for Peace and Better World".

Menkominfo Tifatul Sembiring berkenan membuka acara tersebut di aula Depkominfo Jakarta, Senin 18 Januari 2010. Dia menyatakan, "Program pertemuan ini akan memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi generasi muda yang lebih tangguh dalam menghadapi tantangan peradapan (civilization) di masa mendatang."

Melalui paparan internasional dan pengalaman dalam berinteraksi dengan berbagai situasi dan karakter, peserta diharapkan mampu bersikap lebih arif dengan menghindari arogansi dan salah penilaian (misjudgement) serta tetap berpegang teguh pada akar budaya, nilai-nilai kebenaran serta memiliki pemikiran yang lebih matang, terbuka dan jernih dalam memandang berbagai problematika dunia yang berkembang dewasa ini, juga turut memperluas persahabatan dengan pemuda dari berbagai belahan dunia.





Ilmu Filsafat dalam konteks Warga Negara Indonesia


Mari kita mulai terlebih dahulu diskusi kita ini dengan beberapa pengertian mendasar. Setelah itu, barulah kita masuk ke diskusi-diskusi yang lebih mendalam mengenai filsafat politik, dan relevansinya untuk indonesia.


Filsafat

Apa itu filsafat? Secara literal, filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni philia dan sophia. Philia berarti cinta, dan sophia berarti kebijaksanaan. (Wattimena, 2008, 1)


Dalam konteks ini, filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan, dan seorang filsuf adalah orang yang mencintai kebijaksanaan. Orang yang mencintai kebijaksanaan bukanlah orang yang sudah memiliki kebijaksanaan, melainkan orang yang terus berupaya mencari kebijaksanaan.

Secara formal, filsafat adalah suatu aktivitas berpikir manusia mengenai segala sesuatu di dalam realitas, namun dilihat dari sudutnya yang paling mendasar, dan dilakukan secara terbuka, kritis, sistematis, dan rasional. Filsafat berbicara tentang semua hal, tentang tata sosial, ekonomi, budaya, seni, manusia, alam, dunia, dan Tuhan.

Dengan filsafat, pendekatan tidak dilakukan secara empiris, seperti dengan pengumpulan data, pengolahan statistik, ataupun dengan penarikan kesimpulan sementara. Filsafat mendekati manusia secara reflektif dan analitis. Data empiris hanyalah titik tolak untuk menggali apa yang menjadi akar hakiki dari manusia.


Filsafat menjadikan data sebagai titik tolak, dan menembus data tersebut untuk menemukan apa yang paling hakiki dari manusia. Dalam hal ini, filsafat memang lebih radikal daripada psikologi dalam upayanya memahami manusia.

Tujuannya adalah, supaya data-data yang diperoleh dapat diolah dengan berbagai perspektif dan menghasilkan berbagai terobosan-terobosan pemahaman baru. Dengan demikian, filsafat adalah pola pendekatan terhadap realitas dengan menggunakan aktivitas berpikir yang bersifat terbuka, kritis, sistematis, dan rasional.

Terbuka, artinya filsafat merupakan suatu proses yang tidak pernah mencapai kata final. Kritis, artinya filsafat mampu mempertanyakan segala sesuatu, bahkan dirinya sendiri.




Filsafat Politik

Filsafat politik dapat didefinisikan sebagai suatu refleksi filsafat tentang bagaimana kehidupan bersama kita ditata. Soal-soal kehidupan bersama itu mencakup tata politik, bentuk negara, pengaturan pajak, tata ekonomi, dan sebagainya. (Routledge Encyclopedia of Philosophy)

Seorang filsuf politik hendak merumuskan prinsip-prinsip dasar yang menjadi fondasi dari suatu bentuk negara tertentu. Ia juga sering menyatakan dengan jelas, bahwa manusia, siapapun itu, memiliki hak-hak dasar yang tidak bisa ditolak keberadaannya.

Beberapa filsuf politik lainnya telah mencoba memberikan justifikasi bagi berdirinya suatu pemerintahan tertentu, sementara beberapa lainnya memberikan kritik tajam bagi kondisi sosial politik yang terjadi, dan kemudian merumuskan sendiri suatu bentuk negara ideal yang mungkin sangat berbeda dengan apa yang telah dialami secara empiris. 

Filsafat politik telah lahir semenjak manusia mulai menyadari, bahwa tata sosial kehidupan bersama bukanlah sesuatu yang terberi secara alamiah, melainkan sesuatu yang sangat mungkin terbuka untuk perubahan. Oleh karena itu, tata sosial-ekonomi-politik merupakan produk budaya, dan memerlukan justifikasi filosofis untuk mempertahankannya.

Lahirnya suatu refleksi filsafat politik sangat dipengaruhi oleh konteks epistemologi dan metafisika jamannya, sekaligus mempengaruhi jamannya. Jadi, filsafat itu dipengaruhi sekaligus mempengaruhi jamannya. Inilah lingkaran dialektis yang terus menerus berlangsung di dalam sejarah.  


Filsafat politik juga seringkali muncul sebagai tanggapan terhadap situasi krisis jamannya. Pada era abad pertengahan, tema relasi antara negara dan agama menjadi tema utama filsafat politik.


Untuk Indonesia


Apa peran filsafat politik untuk Indonesia? Pada hemat saya, ada tiga peran filsafat politik untuk Indonesia, yakni mendefinisikan ulang konsep dan praktek politik di Indonesia secara jernih, mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap praktek-praktek sosial yang tengah terjadi, dan mengajukan suatu bentuk tata sosial tertentu yang lebih baik.

Pertama, Filsafat politik dapat dijadikan alat untuk mengajukan mendefinisikan ulang konsep-konsep dan praktek politik yang telah lama dilakukan di Indonesia, seperti konsep negara, konsep kekuasaan, konsep otoritas, peran hukum, aspek keadilan di dalam hukum. Dalam bidang hukum misalnya, banyak pelaku korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada UU yang pas untuk menjeratnya.

Filsafat hukum mengajukan proposisi, bahwa hukum tidak hanya mengacu pada rumusan baku saja, tetap pada rasa keadilan yang sudah ada di dalam masyarakat. Rumusan hukum harus mengacu pada rasa keadilan.

Tanpa keadilan, hukum adalah penindasan. Hukum merupakan terjemahan teknis dari keadilan. Melakukan praktek hukum tanpa dasar keadilan berarti membunuh ibu dari hukum itu sendiri.

Tanpa wawasan filsafat politik yang kuat, kita tidak akan mampu melakukan kritik ideologi secara jernih dan sistematis, karena kita tidak memiliki basis normatif untuk membuat suatu penilaian terhadap kebijakan politik tertentu. Praktek-praktek politik di Indonesia yang kotor dapat dibedah secara rasional dan sistematis, jika kita, sebagai warga negara, memiliki wawasan filsafat politik yang kuat.

Kedua, filsafat politik mampu menjadi alat untuk melakukan kritik ideologi. Sebuah bangsa, mau tidak mau, hidup dalam suatu ideologi tertentu. Ideologi mencerminkan pandangan dasar yang dianut secara naif oleh suatu bangsa, dan tidak lagi dipertanyakan.

Filsafat politik, sebagai aktivitas berpikir secara terbuka, rasional, sistematis, dan kritis tentang kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat untuk membongkar kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideologi-ideologi tersebut. Contoh paling konkret adalah pendirian Indonesia dengan berbasis Islamisme.

Islamisme adalah suatu ideologi yang menyatakan dengan tegas, bahwa semua kehidupan publik dan privat warga negara haruslah diatur berdasar asas-asas Islam yang dominan. Filsafat bisa mempertanyakan, konsep manusia macam apakah yang dianut oleh Islamisme? Apakah konsep itu sesuai dengan kondisi yang ada? Apakah hanya ada satu Islam di Indonesia ini?


Filsafat politik mampu membongkar secara sistematis kesesatan berpikir yang terdapat di dalam ideologi Islamisme, maupun ideologi-ideologi lainnya, seperti liberalisme, amerikanisme, marxisme, komunisme, dan sebagainya. Filsafat politik dapat dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir yang sangat mudah ditemukan di dalam ideologi-ideologi.

Ketiga, filsafat tidak hanya mau berhenti menjadi pengkritik saja, tetapi juga maju mengajukan suatu model tata sosial politik alternatif yang mungkin. Tata sosial politik itu berbasis pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan solidaritas.




Contoh yang paling mungkin adalah wacana multikulturalisme di dalam filsafat yang, pada hemat saya, sangat cocok sebagai alternatif tata sosial politik di Indonesia. Multikulturalisme adalah suatu paham yang berpendapat, bahwa kehidupan sosial manusia diwarnai oleh banyak cara hidup, cara berpikir, dan cara berkomunitas yang berbeda satu sama lain, namun kesemuanya harus ditempatkan setara secara kultural maupun secara yudisial dengan prinsip penghormatan sebagai satu bangsa.

Kemerdekaan bentuk-bentuk kehidupan, pemikiran, cara berkomunitas menandakan pluralisme yang diakui dan dikembangkan terus menerus. Sementara, prinsip penghormatan satu sama lain menandakan adanya solidaritas dan kesatuan.

Tata sosial politik semacam ini baru bisa terwujud, jika trauma sosial sudah bisa dicairkan, dan peristiwa-peristiwa negatif masa lalu, seperti penculikan, pembantaian massal, dan sebagainya dijamin tidak lagi terulang. Filsafat dapat memberikan kontribusi di dalam proses bangsa ini untuk menjadi semakin beradab, makmur, adil, dan manusiawi.

 Referensi 

http://www.transpolitika.co.cc/2010/02/filsafat-politik-untuk-indonesia-sebuah.html

Robot = Pengangguran

PENGANGGURAN


             Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.

I. JENIS-JENIS PENGANGGURAN

 
                      Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

1.                                    Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak  bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.

2.                                    Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.

3.                                    Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
                 
             Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa  jenis, yaitu  :

a.                                    Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b.                                    Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :

*                        Akibat permintaan berkurang
*                        Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
*                        Akibat kebijakan pemerintah         

c.                                     Pengangguran friksional  (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.

d.                                    Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.

e.                                     Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin

f.                                      Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).

Ditengah-tengah maraknya pengangguran di berbagai negara, rupanya ada saja negara yang seolah mau menunjukkan bahwa di negara mereka pengangguran tidak ada (malah kekurangan tenaga kerja). Jepang (seperti dilansir m.kompas.com) sekarang membuat robot untuk menambah jumlah tenaga kerja di negara ‘Matahari Terbit’ itu. Teknologi untuk itu sudah diupayakan misalnya untuk mengangkat pasien rumah sakit. Apakah hal itu suatu kemajuan atau malah suatu kemunduran?

Menurut saya menggunakan robot sebagai tenaga kerja harus diantisipasi. Mengapa? Alasannya sederhana. Sebagai sebuah negara, Jepang atau negara lainnya mempunyai tanggungjawab dalam mengurangi pengangguran di negara lain. Caranya ialah dengan mendatangkan tenaga kerja dari negara lain yang memiliki banyak penganggur – tentunya tenaga kerja yang didatangkan harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Tetapi, ketika mereka mempekerjakan robot, mau dikemanakan tenaga kerja yang sebenarnya tersedia dimana-mana itu?

Jika kita mengingat isi Deklarasi Hak Asasi Manusia pasal 23, di sana tegas dikatakan bahwa seseorang berhak mendapat pekerjaan dan perlindungan dari masalah pengangguran. Nah, jika sebuah negara lebih mementingkan mempekerjakan robot daripada manusia, maka secara tidak langsung ia telah mengabaikan hak asasi manusia. Apakah logis atau tidak itu terserah Anda.
:-)
Memang, setiap negara berhak mengatur rumah tangganya sendiri tanpa harus dicampuri oleh seorang calon pendeta seperti saya. Hehehe :-p Setiap negara berhak mengatur kebijakan tentang jumlah tenaga kerja asing yang boleh mereka datangkan. Akan tetapi sebagai sebuah negara ia juga punya tanggungjawab sosial terhadap setiap manusia di seluruh dunia. Isu ini sejajar dengan global warming yang harus dipandang sebagai tanggungjawab setiap negara/manusia. Jadi masakan kita juga tidak mementingkan kesejahteraan manusia lainnya. Masakan kita juga tidak turut memperhatikan para pengangguran di dunia ini?
Kalau diperhatikan, jumlah tenaga asing yang bekerja di Jepang cuma 2 persen dari pekerja lokal. Ini sangat kontras dengan Inggris (10 persen) dan Amerika (15 persen). Sementara jumlah pengangguran di seluruh dunia ada lebih dari 210 juta jiwa (ILO). Bukankah ini sama saja dengan pembiaran (onmition)? Ibarat kata “Biarkan aja mereka nganggur, tokh bukan warga negaraku koq”. Buset, manakah diantara ketiga negara tersebut yang lebih peduli pada pengangguran? Negara adidaya di Asia ini rupanya tidak begitu mempedulikan nasib para pengangguran.

saya kuatir bahwa teknologi yang seyogianya membantu manusia justru secara tidak langsung menghancurkan manusia itu sendiri. Seharusnya teknologi tidak menjadi bumerang yang menghancurkan rasa kepedulian sosial. Seharusnya keberadaan robot (sebagai teknologi baru) menjadi peringatan agar manusia menjadi lebih manusiawi dan lebih solider terhadap sesama.

Dan seharusnya teknologi baru tidak membuat orang lain jadi tidak usah bekerja. Inilah yang dinamakan teknologi baru menambah pengangguran. Apa iya?

Referensi

http://pargodungan.org/teknologi-baru-menambah-pengangguran/

Kepercayaan dan agama Menjadi Fungsi Sebuah Industri


Ada common sense mengenai masa depan agama dalam suatu masyarakat industrial, sebagaimana yang dicerminkan oleh percakapan sehari-hari bahwa industrialisasi dan modernisasi merupakan ancaman terhadap religiusitas. Meskipun penilaian itu sering disertai dengan banyak contoh kasus, namun tidak berarti ia mengandung kebenaran yang bersifat menyeluruh.

Memang benar bahwa bentuk-bentuk perubahan sosial yang menyertai proses industrialisasi telah memengaruhi secara negatif kehidupan keagamaan, misalnya dalam masyarakat industri, peranan pengelompokan sekunder semakin menggeser pengelompokkan primer. Adapun yang termasuk pengelompokkan sekunder ialah unit dan organisasi kerja atau produksi, sedangkan kelompok primer ialah keluarga, suku, agama, dan sebagainya. Sifat kelompok sekunder adalah gesellschaft, sedangkan yang primer adalah gemeinschaft. Dengan perkataan lain, formalitas, zaklijkheid dan rasionalitas semakin menggeser keakraban, kekeluargaan, dan afektivitas. Karena itu melalui berbagai sebab, peranan orangtua, khususnya ayah, sebagai agen sosialis anak, akan semakin berkurang untuk digantikan oleh bentuk-bentuk hubungan sosial yang lain, misalnya sekolah dan pergaulan. Hal ini tentu mempunyai pengaruh dalam bentuk pengenduran pola-pola religiusitas tertentu.

Tetapi, pergeseran religiusitas dalam masyarakat industrial terutama disebabkan oleh semakin dominannya peranan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan, baik sosial maupun lainnya, adalah bentuk kesadaran seseorang tentang lingkungannya, baik yang jauh maupun yang dekat, serta pengetahuan atau penguasaannya atas masalah-masalah yang ada. Hal itu berarti paling tidak semakin sempitnya daerah kegaiban atau misteri, padahal tindakan keagamaan dilakukan karena pengakuan adanya kenyataan supraempiris atau gaib dan misteri.

Berkaitan dengan konsep kegaiban atau misteri itu ialah perasaan tidak berdaya manusia menghadapi kenyataan-kenyataan yang diperkirakan tidak akan mampu dimengerti. Pada masyarakat yang didominasi oleh nilai-nilai ilmu pengetahuan, suatu terra incognita akan menyuguhkan tantangan untuk diselidiki dan dibongkar rahasianya. Tetapi, pada masyarakat lain, ketidakberdayaan manusia menghadapi alam telah melahirkan konsep dan tindakan yang bersifat religius magis. Memuja suatu objek alam yang dianggap memiliki rahasia dan keagungan dapat dilihat sebagai lompatan jauh seorang manusia dalam usahanya menundukkan objek tersebut untuk kepentingan dirinya. Sedangkan jalan yang wajar (bukan loncatan jauh) ialah meneliti, menyelidiki, dan mempelajari objek tersebut.

Jadi, proses industrialisasi akan membawa serta akibat menurunnya religio-magisme yang, untuk sebagian masyarakat, merupakan religiusitas itu sendiri. Karena itu, bagi mereka ini, industrialisasi memerosotkan religiusitas. Tetapi, bagi masyarakat lain, industrialisasi dan modernisasi mungkin justru menopang dan meningkatkan religiusitas. Seperti telah diungkapkan mengenai empat dimensi religiusitas, bahwa religiusitas yang paling murni dan sejati ialah yang berdimensi budaya intrinsik, atau cultural consumatory, yaitu sikap keagamaan yang memandang kepercayaan atau iman sebagai tujuan pada dirinya sendiri, yang menimbulkan perasaan bahagia karena nilai intrinsiknya. Religiusitas dalam dimensi ini tidak mengharapkan kegunaan di luar imannya sendiri. Dimensi religiusitas inilah yang agaknya akan semakin diperkuat oleh adanya pola-pola hubungan masyarakat industrial. Karena hal-hal yang bernilai instrumental telah dengan melimpah disediakan oleh struktur dan pola masyarakat industrial itu, maka agama menjadi semakin murni, dalam arti bahwa keagamaan tidak lagi banyak mengandung nilai instrumental. (Contoh sederhana ialah, karena “instrumen” untuk memberantas hama tanaman dalam suatu masyarakat industrial telah disediakan oleh ilmu dan teknologi—misalnya dalam bentuk insek-tisida—maka orang akan semakin berkurang mendekati Tuhan—misalnya dalam bentuk doa—dengan tujuan agar tanamannya di sawah tidak terkena hama; ia mungkin akan berpindah dari religiusitas berdimensi cultural instrumental ke cultural consumatory, di mana ia melihat ibadah sebagai tujuan pada dirinya sendiri yang menjadi sumber kebahagiaan).

Religiusitas yang tidak terancam oleh proses industrialisasi dan modernisasi, malahan memper-oleh dukungan dan pengukuhan, merupakan religiusitas yang bebas dari magisme, yaitu naturalisasi tindakan-tindakan manusia (physiomorphism of man). Tetapi syarat lainnya ialah religiusitas itu harus bersandar kepada konsep wujud supraempiris yang tidak akan bergeser menjadi empiris. Dengan perkataan lain, sumber kepercayaan dan nilai keagamaannya harus dapat dijamin bahwa ia tidak akan dapat dimengerti manusia dan diketahui rahasia-rahasianya.

Apakah ada kenyataan serupa itu? Seorang penganut falsafah materialisme (komunisme) akan mengatakan tidak. Sebab dengan kecerdasannya manusia, menurut falsafah itu, selalu mempunyai potensi untuk memahami dan membuka kenyataan apa saja dalam alam raya ini. Suatu objek yang dahulu dianggap agung dan penuh misteri atau kegaiban sehingga patut dipuja, misalnya matahari, kini sudah semakin dipahami manusia dan terbuka rahasia-rahasianya. Matahari telah berhenti sebagai kenyataan supraempiris, dan hanya menjadi objek empiris biasa, sehingga tidak pantas lagi manusia menyembahnya. Maka, bagi seseorang yang religiusitasnya berkaitan dengan konsep kegaiban matahari, proses industrialisasi dan modernisasi benar-benar telah menghapuskan sama sekali religiusitas itu.

Teori komunis itu masih harus ditunggu bukti kebenarannya sampai dengan lengkapnya pengalaman manusia dan pengetahuannya yang meliputi segala wujud di jagat raya ini. Tetapi, di sinilah letak paradoksnya: justru suatu kenyataan disebut supraempiris karena ia tidak mungkin dibuktikan ada-tidaknya melalui prosedur dan norma empiris. Manifestasi tunggal adanya kenyataan supraempiris itu hanya dirasakan oleh mereka yang meyakini dan menerima dengan sungguh-sungguh ajaran tentang adanya kenyataan itu. Hal ini membawa kita ke ungkapan sederhana, namun mungkin sekali mengandung kebenaran yang bersifat prinsipil, bahwa ada atau tidak adanya religiusitas, baik di masyarakat industrial maupun lainnya, tergantung kepada kegiatan penanaman iman oleh masyarakat bersangkutan, yaitu pendidikan keagamaan pada umumnya.

Demokrasi Pancasila Sebagai Manifestasi Kebudayaan Masyarakat dan penduduk Indonesia


Substansi utama dari kebudayaan adalah manusia (Koentjaraningrat, 1971). Kebudayaan merupakan seluruh proses dan produk aktivitas budidaya manusia secara kontinyu di dunia dan di dalam sejarah. Menurut Ki Hadjar Dewantara kebudayaan itu akan selalu dilibatkan dan dihadapkan kepada perputaran alam dan jaman sebagai tantangan dan akan berjalan melalui dalil kontinuitas, konvergensi dan konsentrisitas (Ki Hadjar Dewantara, 1967, Hal. 66 – 70).
Kebudayaan adalah ungkapan kodrat dasar manusia dan karenanya mencerminkan sifat dasar manusia. Manusia memiliki historisitas

( berada di dalam sejarah, tumbuh dan berkembang di dalam sejarah ), sosialisitas (berada di dalam kebersamaan), mengandung di dalamnya ‘ke-apaan’ dan ‘ke-siapaan’ (Ki Hadjar Dewantara, 1967, Hal. 82). Manusia memiliki dinamika, akan tetapi juga keterbatasan, ada daya yang mampu mengatasi keterbatasan, yakni dengan transedental (hubungan dengan Tuhan), namun selalu tumbuh di dalam batasan sebagai konteks aktualnya 

Kebudayaan beraspek moral dalam artian pendukungnya, yakni manusia selalu berada di dalam tarikan atau tegangan yang terus menerus antara tendensi kepada kebaikan (bonum) di satu pihak dan kecenderungannya terhadap yang tidak baik (mallum). Memilih jalur menuju kebaikan itulah yang dapat dipandang sebagai jalan kebudayaan. Dengan pola pikir demikian, maka kebudayaan itu selalu mempunyai sifat yang positif bukan negatif, memajukan, menyatukan tidak memecah belah, memperkuat kebersamaan, mengatasi kesukaran, memecahkan permasalahan, membangun, meningkatkan, mencari keselarasan, dan keseimbangan secara terus menerus; 

Dalam perkembangannya, kebudayaan itu bersifat Kependudukan. Ia berkembang terus menerus. Ia tumbuh di dalam penduduk Indonesia Maupun dunia yang menyebabkan lahirnya sebuah penduduk yang memeluk paham Kesatuan dan persatuan, gotong royong, dalam saling menghargai satyu sama lain.   

Perumusan demokrasi dengan budaya Indonesia terungkap jelas bahwa dalam sebutan Demokrasi Pancasila. Selain itu bangsa Indonesia mempunyai sinonim kata demos itu, yakni rakyat. Dengan demikian poin utama dari sinonim itu saja adalah bangsa Indonesia menerima demokrasi sebagai kedaulatan rakyat yang berdasarkan Pancasila.
Konsep awal demokrasi dirumuskan oleh Prof. Dr. Supomo yang dimuat dalam bukunya Muhammad Yamin, yakni :

Maka semangat kebatinan, struktur kerohanian dari bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita persatuan hidup persatuan kawula gusti yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya …

Menurut sifat tatanegara Indonesia yang asli, yang sampai jaman sekarang pun masih dapat terlihat dalam suasana desa, baik di Jawa maupun di Sumatra dan kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pejabat negara ialah pemimpin yang bersatu jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara senantiasa berwajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya …

Dari kutipan di atas terungkap bahwa demokrasi secara mendasar diberi arti yang konotasi dasarnya adalah persatuan kawula gusti berdasarkan persamaan dan kebersamaan yang kemudian menjadi jelas dalam pertumbuhan wawasan kebangsaan Indonesia. Hal itu mengungkapkan bahwa wawasan kebangsaan Indonesia tidaklah diacukan kepada konotasi-konotasi diskriminatif seperti daerah, asal-usul, keturunan, suku, mayoritas-minoritas, agama ataupun aliran kepercayaan.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang norma-norma pokoknya, hukum-hukum dasarnya diatur di dalam UUD 1945. demokrasi Pancasila berarti demokrasi, kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Itu berarti penggunaan hak demokrasi harus disertai tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, menjunjung tinggi kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia, menjamin dan memperkokoh persatuan bangsa dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial. Ia berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong royong.

Hal ini bukan berarti “pasang surut” dalam kehidupan bernegara namun itulah konsekuensi budaya yang harus dihadapi demokrasi Pancasila yang masih berkembang dalam roda sejarah yang tidak berlaku revolusioner melainkan evolutif dengan sedikit demi sedikit mengatasi berbagai tantangan dan hambatan dengan berbagai jawaban yang makin hari makin mengemuka. Sebagaimana budaya maka demokrasi Pancasila yang didasarkan pada budaya masyarakat Indonesia juga mengalami perkembangan yang sejalan yakni, akan tetapi sama sekali tidak berarti bahwa demokrasi di Indonesia tidak dapat bertumbuh segar. Jalan menuju demokrasi tidak bersifat unilinear. Massa rakyat kecil juga punya potensi besar untuk menumbuhkan demokrasi. Selama pemerintah tetap responsif dan bersedia mengubah kebijakan-kebijakan politiknya jika kemudian ternyata keliru dan selalu bersedia berbagi tugas dan berbagi tanggung jawab dengan seluruh kekuatan sosial yang ada, sehingga semua merasa handarbeni negara Indonesia ini, kita yakin bahwa demokrasi seperti diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 dapat terselenggara dengan baik di tanah air

Dengan demikian, pendekatan budaya terhadap demokrasi Pancasila menjanjikan suatu pencapaian yang memuaskan mengingat perkembangan budaya dan demokrasi itu sendiri memakan waktu yang demikian lama maka dalam masa yang akan datang demokrasi Pancasila akan terpenuhi dengan ciri khas bangsa dan penduduk Indonesia yang sangat penting adalah point-point penting dan pengalaman utama budaya Indonesia dimasukan dan dikembangkan bukan malah dimatikan.

Referensi