Kamis, 25 November 2010

Ilmu Filsafat dalam konteks Warga Negara Indonesia


Mari kita mulai terlebih dahulu diskusi kita ini dengan beberapa pengertian mendasar. Setelah itu, barulah kita masuk ke diskusi-diskusi yang lebih mendalam mengenai filsafat politik, dan relevansinya untuk indonesia.


Filsafat

Apa itu filsafat? Secara literal, filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni philia dan sophia. Philia berarti cinta, dan sophia berarti kebijaksanaan. (Wattimena, 2008, 1)


Dalam konteks ini, filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan, dan seorang filsuf adalah orang yang mencintai kebijaksanaan. Orang yang mencintai kebijaksanaan bukanlah orang yang sudah memiliki kebijaksanaan, melainkan orang yang terus berupaya mencari kebijaksanaan.

Secara formal, filsafat adalah suatu aktivitas berpikir manusia mengenai segala sesuatu di dalam realitas, namun dilihat dari sudutnya yang paling mendasar, dan dilakukan secara terbuka, kritis, sistematis, dan rasional. Filsafat berbicara tentang semua hal, tentang tata sosial, ekonomi, budaya, seni, manusia, alam, dunia, dan Tuhan.

Dengan filsafat, pendekatan tidak dilakukan secara empiris, seperti dengan pengumpulan data, pengolahan statistik, ataupun dengan penarikan kesimpulan sementara. Filsafat mendekati manusia secara reflektif dan analitis. Data empiris hanyalah titik tolak untuk menggali apa yang menjadi akar hakiki dari manusia.


Filsafat menjadikan data sebagai titik tolak, dan menembus data tersebut untuk menemukan apa yang paling hakiki dari manusia. Dalam hal ini, filsafat memang lebih radikal daripada psikologi dalam upayanya memahami manusia.

Tujuannya adalah, supaya data-data yang diperoleh dapat diolah dengan berbagai perspektif dan menghasilkan berbagai terobosan-terobosan pemahaman baru. Dengan demikian, filsafat adalah pola pendekatan terhadap realitas dengan menggunakan aktivitas berpikir yang bersifat terbuka, kritis, sistematis, dan rasional.

Terbuka, artinya filsafat merupakan suatu proses yang tidak pernah mencapai kata final. Kritis, artinya filsafat mampu mempertanyakan segala sesuatu, bahkan dirinya sendiri.




Filsafat Politik

Filsafat politik dapat didefinisikan sebagai suatu refleksi filsafat tentang bagaimana kehidupan bersama kita ditata. Soal-soal kehidupan bersama itu mencakup tata politik, bentuk negara, pengaturan pajak, tata ekonomi, dan sebagainya. (Routledge Encyclopedia of Philosophy)

Seorang filsuf politik hendak merumuskan prinsip-prinsip dasar yang menjadi fondasi dari suatu bentuk negara tertentu. Ia juga sering menyatakan dengan jelas, bahwa manusia, siapapun itu, memiliki hak-hak dasar yang tidak bisa ditolak keberadaannya.

Beberapa filsuf politik lainnya telah mencoba memberikan justifikasi bagi berdirinya suatu pemerintahan tertentu, sementara beberapa lainnya memberikan kritik tajam bagi kondisi sosial politik yang terjadi, dan kemudian merumuskan sendiri suatu bentuk negara ideal yang mungkin sangat berbeda dengan apa yang telah dialami secara empiris. 

Filsafat politik telah lahir semenjak manusia mulai menyadari, bahwa tata sosial kehidupan bersama bukanlah sesuatu yang terberi secara alamiah, melainkan sesuatu yang sangat mungkin terbuka untuk perubahan. Oleh karena itu, tata sosial-ekonomi-politik merupakan produk budaya, dan memerlukan justifikasi filosofis untuk mempertahankannya.

Lahirnya suatu refleksi filsafat politik sangat dipengaruhi oleh konteks epistemologi dan metafisika jamannya, sekaligus mempengaruhi jamannya. Jadi, filsafat itu dipengaruhi sekaligus mempengaruhi jamannya. Inilah lingkaran dialektis yang terus menerus berlangsung di dalam sejarah.  


Filsafat politik juga seringkali muncul sebagai tanggapan terhadap situasi krisis jamannya. Pada era abad pertengahan, tema relasi antara negara dan agama menjadi tema utama filsafat politik.


Untuk Indonesia


Apa peran filsafat politik untuk Indonesia? Pada hemat saya, ada tiga peran filsafat politik untuk Indonesia, yakni mendefinisikan ulang konsep dan praktek politik di Indonesia secara jernih, mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap praktek-praktek sosial yang tengah terjadi, dan mengajukan suatu bentuk tata sosial tertentu yang lebih baik.

Pertama, Filsafat politik dapat dijadikan alat untuk mengajukan mendefinisikan ulang konsep-konsep dan praktek politik yang telah lama dilakukan di Indonesia, seperti konsep negara, konsep kekuasaan, konsep otoritas, peran hukum, aspek keadilan di dalam hukum. Dalam bidang hukum misalnya, banyak pelaku korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada UU yang pas untuk menjeratnya.

Filsafat hukum mengajukan proposisi, bahwa hukum tidak hanya mengacu pada rumusan baku saja, tetap pada rasa keadilan yang sudah ada di dalam masyarakat. Rumusan hukum harus mengacu pada rasa keadilan.

Tanpa keadilan, hukum adalah penindasan. Hukum merupakan terjemahan teknis dari keadilan. Melakukan praktek hukum tanpa dasar keadilan berarti membunuh ibu dari hukum itu sendiri.

Tanpa wawasan filsafat politik yang kuat, kita tidak akan mampu melakukan kritik ideologi secara jernih dan sistematis, karena kita tidak memiliki basis normatif untuk membuat suatu penilaian terhadap kebijakan politik tertentu. Praktek-praktek politik di Indonesia yang kotor dapat dibedah secara rasional dan sistematis, jika kita, sebagai warga negara, memiliki wawasan filsafat politik yang kuat.

Kedua, filsafat politik mampu menjadi alat untuk melakukan kritik ideologi. Sebuah bangsa, mau tidak mau, hidup dalam suatu ideologi tertentu. Ideologi mencerminkan pandangan dasar yang dianut secara naif oleh suatu bangsa, dan tidak lagi dipertanyakan.

Filsafat politik, sebagai aktivitas berpikir secara terbuka, rasional, sistematis, dan kritis tentang kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat untuk membongkar kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideologi-ideologi tersebut. Contoh paling konkret adalah pendirian Indonesia dengan berbasis Islamisme.

Islamisme adalah suatu ideologi yang menyatakan dengan tegas, bahwa semua kehidupan publik dan privat warga negara haruslah diatur berdasar asas-asas Islam yang dominan. Filsafat bisa mempertanyakan, konsep manusia macam apakah yang dianut oleh Islamisme? Apakah konsep itu sesuai dengan kondisi yang ada? Apakah hanya ada satu Islam di Indonesia ini?


Filsafat politik mampu membongkar secara sistematis kesesatan berpikir yang terdapat di dalam ideologi Islamisme, maupun ideologi-ideologi lainnya, seperti liberalisme, amerikanisme, marxisme, komunisme, dan sebagainya. Filsafat politik dapat dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir yang sangat mudah ditemukan di dalam ideologi-ideologi.

Ketiga, filsafat tidak hanya mau berhenti menjadi pengkritik saja, tetapi juga maju mengajukan suatu model tata sosial politik alternatif yang mungkin. Tata sosial politik itu berbasis pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan solidaritas.




Contoh yang paling mungkin adalah wacana multikulturalisme di dalam filsafat yang, pada hemat saya, sangat cocok sebagai alternatif tata sosial politik di Indonesia. Multikulturalisme adalah suatu paham yang berpendapat, bahwa kehidupan sosial manusia diwarnai oleh banyak cara hidup, cara berpikir, dan cara berkomunitas yang berbeda satu sama lain, namun kesemuanya harus ditempatkan setara secara kultural maupun secara yudisial dengan prinsip penghormatan sebagai satu bangsa.

Kemerdekaan bentuk-bentuk kehidupan, pemikiran, cara berkomunitas menandakan pluralisme yang diakui dan dikembangkan terus menerus. Sementara, prinsip penghormatan satu sama lain menandakan adanya solidaritas dan kesatuan.

Tata sosial politik semacam ini baru bisa terwujud, jika trauma sosial sudah bisa dicairkan, dan peristiwa-peristiwa negatif masa lalu, seperti penculikan, pembantaian massal, dan sebagainya dijamin tidak lagi terulang. Filsafat dapat memberikan kontribusi di dalam proses bangsa ini untuk menjadi semakin beradab, makmur, adil, dan manusiawi.

 Referensi 

http://www.transpolitika.co.cc/2010/02/filsafat-politik-untuk-indonesia-sebuah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar