Selasa, 12 April 2011

PANDANGAN HIDUP ISLAM CEGAH KEBINGUNGAN INTELEKTUA


tema : Manusia dan Pandangan Hidup


Pendidikan merupakan agenda penting agama Islam. Bukti literatur yang membicarakan tema ini sangat banyak dijumpai dalam al-Qur'an dan Hadis. Dengan pendidikan, diharapkan manusia mampu menemukan dirinya, dari mana ia berasal, untuk apa ia ada, dan akan ke mana tujuan hidupnya. Sehingga ia dapat lebih beradab, baik dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Dengan pendidikan, diharapkan pula akan lahir individu-indidivu berkualitas kehidupan spiritual dan materialnya.

Menurut Naquib al-Attas (Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas, Mizan, 2002), orang yang benar-benar terpelajar secara perspektif Islam didefinisikan sebagai orang yang baik atau beradab.
"Orang baik adalah orang menyadari sepenuhnya tanggungjawab dirinya kepada Allah Yang Hak; yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakat; yang terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab, tulis al-Attas.
Muara akhir dari proses pendidikan adalah memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan ini akan digapai bersamaan dengan ridla Allah SWT. Tujuan ini bagi umat Islam, tak dapat diimpor atau diekspor dari atau ke suatu masyarakat religius lainnya.

Ia adalah "pakaian" yang harus diukur dan dijahit sesuai bentuk dan ukuran pemakainya, berdasarkan identitas, pandangan hidup (worldview) dan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat Islam.

Berbeda dengan Barat yang sekuler, bertahun-tahun para ahli pikir, telah sibuk membincangkan tentang tujuan pendidikan dan kebahagiaan. Dalam pandangan mereka, tujuan pendidikan diarahkan untuk kebahagiaan yang bersifat materi dan kejayaan. Ia adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersifat kondisional.
Bagi mereka, kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika seseorang sedang berjaya, misalanya, di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan dirinya. Menurut pandangan ini, kebahagiaan dinilai dari materi dan kejayaan, tujuan yang sangat pragmatis dan ekonomis (Adian Husaini, Ilmu dan Kebahagiaan, insistnet.com)

Visi pendidikan Islam

Di masa silam, Islam telah mencetak generasi-generasi terbaik. Mereka menguasai dengan baik ilmu-ilmu keagamaan dan sains. Seperti yang dilakukan al-Biruni (Aliboron), ulama asal Uzbekistan yang menguasai ilmu fisika, antropologi, psikologi, astronomi, kimia, sejarah, geografi, geodesi, geologi, matematika, farmasi, filosofi dan agama.
Ada lagi, Ibnu Hazm, Ibnu Rushd, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, al-Ghozali, dan lain-lain. Bagi mereka, tak ada pemisahan antara agama dan sains. Fenomena-fenomena alam adalah sebuah kewajaran bagi manusia dalam usahanya memahami kebesaran Allah. Mereka adalah pribadi-pribadi terbaik yang senantiasa melakukan aktivitas keilmuan berdasarkan worldview Islam.

Al-Mauwdudi mengistilahkan worldview Islam dengan sebutan Islam nazariyat (islamic vision), berarti pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia.
Al-Attas mendefinisikan worldview Islam sebagai pandangan Islam tentang realitias dan kebenaran yang nampak oleh mata hati dan yang menjelaskan hakikat wujud. Pandangan hidup Islam ini, lanjut al-Attas, memiliki beberapa elemen khas konsep tentang hakikat Tuhan, wahyu (al-Qur'an), penciptaan, hakikat kejiwaan manusia, ilmu, agama, kebebasan, nilai, hingga kebajikan dan kebahagiaan.
Pergeseran orientasi pendidikan Islam dan krisis intelektual Muslim yang terjadi saat ini, ternyata disebabkan oleh adanya perbedaan memahami worldview Islam. Perbedaan pemahaman ini juga merupakan imbas dari pandangan hidup Barat yang sekuler.

Dengan islamic worldview, umat Islam akan mampu melahirkan generasi-generasi tangguh nan beradab. Kesusahan dan kemiskinan tak menghambat lahirnya kecemerlangan.

Tujuan pragmatis untuk kekayaan dan kejayaan tak terlintas dalam benak mereka. Karena mereka mengerti betul tujuan dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang berinti pada kebahagiaan. Dengan pemahamannya itu, tak menjadi soal apakah nanti mereka akan hidup miskin atau kaya, disanjung atau dicaci, mendapat gelar atau tidak.

 referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar