Selasa, 12 April 2011

Amanah sebagai Tanggung Jawab


tema :  manusia dan tanggung jawab

 
Sesuatu yang dititipkan adalah sesuatu yang penjagaannya dipercayakan
kepada orang yang dititipi hingga suatu saat sesuatu itu akan diambil
oleh yang menitipkan. Maksud menitipkan adalah agar sesuatu yang
dititipkan itu tetap terjaga dan terlindungi ke¬beradaannya. Tanggung
jawab memelihara sesuatu yang dititipkan itulah yang disebut amanah.
Anak adalah amanah Allah SWT kepada orang tuanya dimana orang tua
berkewajiban memelihara dan mendidiknya agar anak itu terpelihara dan
berkembang potensinya hingga ia kelak menjadi manusia yang berkualitas
sesuai derngan maksud penciptaannya. Isteri adalah amanah Allah SWT
kepada suami dimana suami wajib melindunginya dari gangguan yang
datang, baik gangguan fisik maupun psikis.  Demikian juga suami adalah
amanah Allah kepada isteri dimana ia wajib memberikan sesuatu yang
membuatnya tenang, tenteram, aman dalam menjalankan tugas-tugas
hidupnya. Demikian seterusnya, murid merupakan amanah bagi guru,
jabatan merupakan amanah bagi penyandangnya.
 
 
 
Predikat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, disamping
mengandung makna kewajiban manusia menegakkan hukum Allah di muka bumi
juga mengandung arti hak manusia mengelola alam sebagai fasilitasnya.
Apakah alam, laut, udara dan bumi memberi manfaat kepada manusia atau
tidak bergantung kepada kemampuannya mengelola alam ini. Banjir,
kekeringan, tandus, polusi dan sebagainya sangat erat dengan kualitas
pengelolaan manusia atas alam. 
 
Dalam al Qur'an, tegas disebutkan bahwa kerusakan yang nyata-nyata
timbul di daratan dan di lautan merupakan dampak dari ulah manusia yang
tidak bertanggung jawab(Q/30:41). Demikian juga tidak berfungsinya
sumberdaya alam bagi kesejahteraan hidup manusia merupakan akibat dari
perilaku manusia yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (Q/7:96)
Tanggungjawab artinya, setiap keputusan dan tindakan harus
diperhitungkan secara cermat implikasi-implikasi yang timbul bagi
kehidupan manusia dengan memaksimalkan kesejahteraan dan meminimalkan
mafsadat dan mudharat
 
Setiap keputusan mengandung implikasi-implikasi positif dan negatif,
yang mendatangkan keuntungan dan yang mendatangkan kerugian. Jika
peluangnya berimbang, maka mencegah hal yang merusak harus didahulukan
atas pertimbangan keuntungan (dar'u al mafasid mu¬qaddamun 'ala jalb al
masalih). Contohnya, menebang hutan itu mudah dalam menambah keuangan
negara, tetapi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat  penebangan
hutan lebih berat dan lebih mahal biaya rehabilitasinya dibanding
keuntungan yang diperoleh.
 
 
 
Pejabat publik (Presiden, Gubernur, Menteri dan seterusnya hingga
jabatan terendah) adalah pemegang amanah tanggung jawab. Otoritas yang
dipegangnya bukan pada aspek kekuasaan, tetapi pada aspek pe¬ngelolaan
dan pelayanan, sehingga seorang pemimpin disebut sebagai pelayan
masyarakat (sayyid al qaumi khodimuhum). Keputusan yang diambil oleh
seorang pejabat publik berpeluang untuk menimbulkan implikasi yang luas
kepada kehidupan masyarakat luas.
 
Jika keputusannya tepat, maka manfaatnya akan dinikmati oleh banyak
orang, tetapi jika keputusannya keliru maka dampak negatifnya harus
ditanggung oleh masyarakat luas. Seorang pejabat publik dituntut untuk
memiliki tanggung jawab besar dalam membuat keputusan, yakni
mendatangkan sebanyak-banyaknya manfaat bagi masyarakat dan menekan
sekecil mungkin resiko yang harus dipikul orang banyak. Tanggung jawab
bagi seorang pejabat publik juga berarti ia layak memperoleh pujian dan
penghormatan jika pekerjaannya baik, dan sebaliknya ia dapat dikritik,
dicaci, dipecat atau bahkan dihukum penjara jika keputusannya keliru.
Pemerintah sebagai pemegang Amanah Penderitaan Rakyat artinya
Pemerintah  dibebani tanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan penderitaan yang dirasakan oleh
rakyatnya.  
 
 
sumber tulisan, http://mubarok-institute.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar